Wednesday, March 05, 2008

Bakteri Enterobactery Sakazaki Kembalikan Tradisi, Tajin Gantikan Susu Formula


03/03/2008 19:02:46 Sudarmawan Madiun
Dampak pro kontra susu formula menyebabkan sebagian besar kalangan ibu rumah tangga (IRT) yang memiliki balita mengalihkan minuman susu formula ke tradisi nenek moyang tajin (sari beras). Pasalnya, sebagian besar IRT menilai tajin memiliki kandungan gizi yang cukup sebagai pengganti susu formula. Apalagi, tajin itu sudah dikenal sejak jaman nenek moyang. Hal itu menjadi pilihan mereka saat konsumsi susu formula masih meragukan sejak santernya kasus bakteri sakazaki (enterobactery sakazaki) sepekan terakhir ini.Pengalihan ke tajin itu mulai banyak dilakukan IRT dari kalangan menengah ke bawah yang ada di wilayah Kabupaten Madiun, Kota Madiun serta di Kabupaten Magetan."Sudah seminggu ini, setiap kali menanak nasi, saya selalu mengambil air tajin untuk minuman suplemen anak saya. Habis, kami takut anak kami terserang bakteri yang ada di susu formula," terang Retno, 27, IRT warga Desa Gambiran, Kecamatan Madiun, Senin (3/3)Pendapat serupa juga dilontarkan Ida, 29, warga Desa/Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, ia terpaksa mengikuti saran kedua orangtuanya untuk mulai memberikan tajin ke anak pertamanya.Padahal, sebelumnya ia sudah mempercayakan akan terus memberikan putra pertamanya, iwan, 1,5, itu untuk selalu meminum susu formula. Sebab, sejak balita berusia 4 bulan, putra pertamanya itu sudah tak lagi mau diberikan ASI. Namun ditengah ketidakjelasan kandungan gizi dan bakteri yang ada dalam susu formula menyebabkan dia memberikan tajin kepada anaknya tersebut."Sebelumnya sih percaya sama susu formula, tapi sekarang mulai percaya pada tajin. Wong, saya empat bersudara saat kecil dulu juga gak pernah dikasih susu sama orangtua, cuman dikasih tajin," ungkap ibu rumah tangga yang bekerja di salah satu koperasi di Madiun ini.Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Madiun, dr Widwiyono menegaskan, belum mengetahui pasti secara medis kandungan gizi yang ada di dalam tajin tersebut. Hanya saja menurutnya, dalam tajin itu lebih banyak mengandung karbohidrat yang dihasilkan dari sari beras. Oleh karenanya, pihaknya tetap menganjurkan kalangan ibu rumah tangga untuk tetap memberikan ASI ke putra putrinya.Di lain tempat, Branch Manager Supermarket Sri Ratu, Kota Madiun, Andre Nugroho menjelaskan, akibat tidak adanya kejelasan kandungan susu formula mana yang mengandung bakteri sakazaki tersebut, jumlah permintaan susu formula mulai menurun.Kendati demikian, lanjut Andre sampai saat ini penjualan susu formula di Supermarketnya masih menenuhi target penjualan yang dipatok. Sebab, Break Event Point (BEP) dalam penjualan susu formula ditempatnya masih tercapai saat ini."Kami masih yakin, kalangan ibu rumah tangga yang biasa membeli susu formula bagi konsumsi balita mereka sudah bisa memilih susu formula mana yang masih layak dikonsumsi saat ini," tandasnya.
Harian Surya(040308)

Sunday, January 20, 2008

Masalah Itu Indah

Masalah hidup akan menjadi indah jika anda menyikapi setiap masalah yang hadir pada diri anda setiap hari sebagai hiburan yang senantiasa mendewasakan diri. Itulah sebabnya bagi orang yang kuat masalah hidup adalah hiburan yang menyenangkan bagai nyanyian jiwa dipagi hari menyambut datangnya sinar mentari.

Sama seperti halnya seorang ibu yang mengasuh anaknya sekalipun bandeltetap saja ibu menganggap masalah anaknya bukanlah beban hidupmelainkan hiburan bagi dirinya. Karena peran ibu dilakukan dengan cinta dan kasih sayang pada sang buah hati.
masalah juga tak ubahnya seorang petinju. Bagi seorang petinju, dia menolak sparing partner yang lemah karena tidak sepadan sebab bagi dialawan yang tangguh akan membuat dirinya semakin percaya diri. Semakin berat masalah anda berarti semakin indah hidup anda.

(di angkat dari: agussyafii)

Monday, January 07, 2008

Nilai Plus Lele di Kolam Terpal

Permintaan lele untuk dua pasar di DKI Jakarta, Kebayoran dan Tanah Abang, serta Bekasi di Jabar, mencapai 2,5 ton sehari. Demikian diutarakan H. Mohammad Isroni, salah seorang penampung lele dari petani Indramayu, Jabar, saat “Temu Petani dan Seminar Budidaya Lele” yang diselenggarakan PT Suri Tani Pemuka (Grup Japfa), produsen pakan ikan dan udang, di Losarang, Indramayu (20/6).
Aminto Nugroho, Sales Manager Aquafeed Operation Japfa, membenarkan, pasar lele terbesar memang Jakarta. Sayang, lanjut dia, selama ini petani lele di Indramayu belum bisa meraih sepenuhnya peluang pasar tersebut. Setiap hari, pasar Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek) butuh pasokan lele tidak kurang dari 75 ton per hari. Jumlah itu dipasok dari Jabar, khususnya Indramayu dan Parung (Bogor). Indramayu sendiri, yang merupakan salah satu sentra lele di Jabar, baru mampu memasok 700—800 ton/bulan (23—27 ton sehari). Lantaran Jabar belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan pasar Jabodetabek, maka lele dari Jateng dan Jatim pun masuk.

Harus Mampu Bersaing
Menurut Aminto, masuknya lele dari Jateng dan Jatim ke Jakarta membuktikan para petani lele Indramayu belum mampu memanfaatkan pasar Jakarta dengan baik. “Padahal mereka (petani lele di Jateng dan Jatim, Red.) juga menggunakan bibit dan pakan yang sama. Tapi mereka bisa berjualan di Jakarta dengan harga yang sama pula. Kondisi ini seharusnya membuat kita berpikir untuk terus meningkatkan produksi lebih baik dan efisien, sehingga bisa memanfaatkan pasar lele yang begitu besar di Jakarta,” jelasnya.
Karena itu STP menggagas pertemuan dengan para petani lele di Indramayu untuk meningkatkan sistem budidaya lele yang baik dan efisien. “Kita harus bisa meningkatkan hasil produksi dari usaha lele ini karena jika tidak kita akan kehilangan kesempatan. Kita harus lakukan mulai dari teknis budidaya hingga ke pemasarannya,” ucap Aminto, saat pembukaan acara tersebut. Acara temu petani itu dihadiri sekitar 100 petani dari tiga desa sentra lele di Indramayu.
Agar bisa bersaing, dibutuhkan komitmen, bukan hanya dari pabrik pakan saja, tapi semua pelaku usaha untuk bisa selalu meningkatkan kemampuan dan keahliannya. “Karena kita yakin dengan komitmen itu usaha lele akan langgeng dan bisa lebih baik,” tandas Aminto.

Nilai Tambah
Dalam pertemuan itu, tampak para petani antusias dalam diskusi tentang metode budidaya lele di kolam tanah dan terpal. Menurut Sarwono, Technical Service Udang dan Ikan STP, Unit Aquaculture Banyuwangi, yang membawakan makalah tersebut, kelebihan budidaya lele dalam kolam terpal adalah lebih mudah. Soalnya, persiapan kolam lebih cepat, bahkan dua hari usai panen, setelah kolam kering, langsung bisa dimasukkan air lagi. Sedangkan kolam tanah butuh penjemuran dan pengeringan tanah.
Kolam terpal juga tidak akan menyusutkan volume air. Boleh dibilang penyusutan air tidak ada, kecuali karena penguapan. Selain itu, dengan kolam terpal, bibit ukuran kecil (2—3 cm) pun sudah bisa ditebar sehingga biaya bibit jatuh lebih murah. Di kolam tanah, petani biasanya menebar bibit berukuran sekitar 5—7 cm.
Selain itu, tingkat kelangsungan hidup lele (survival rate-SR) di kolam terpal dapat mencapai 80%. Ini lebih tinggi ketimbang di kolam tanah yang hanya 50%—60%.
Produksi lele dapat didongkrak lagi hingga lebih dari 90% dibandingkan budidaya di kolam tanah. Soalnya, padat tebar mencapai 200 ekor/m2. Sementara di kolam tanah hanya 100 ekor/m2. Kelebihan lain budidaya di kolam terpal ini lebih efisien dan bisa mengurangi jumlah kematian.
Isroni menyambut baik pertemuan itu lantaran petani bisa menimba ilmu dari pengalaman petani daerah lain. “Kita bisa saling tukar pikiran dan mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan tentang budidaya lele yang benar,” katanya. Memang, imbuh dia, yang diinginkan petani adalah untung lebih besar. Tapi karena kondisi pasar lele saat ini masih lesu, ditambah naiknya harga pakan, keuntungan petani sedikit. Karena itu, petani berharap, selain mendapat ilmu budidaya juga memperoleh ilmu pemasaran.
Dirham, petani lele lainnya di Losarang, menimpali, dengan naiknya biaya pakan diharapkan perusahaan pakan menyisihkan sebagian dananya untuk membangun perusahaan makanan berbahan baku lele. Hal ini bermanfaat jika terjadi kelebihan produksi, perusahaan bisa menampung hasil panen petani untuk dijadikan nugget, bakso, atau kerupuk lele. “Perusahaan olahan itu bisa memberikan nilai tambah dari hasil produksi petani,” ucapnya.
Menjawab hal itu, Ir. Sutrisman dari STP mengatakan, akan menyampaikan usulan petani ke manajemen Japfa yang lebih tinggi. “Usulan ini sangat bagus, dan pihak Japfa bisa melihat ini sebagai sebuah potensi,” katanya.

(Tri Mardi Rasa)